A: Senada dengan yang pernah disampaikan Robert Klitgaard, dalam bukunya yang berjudul Corrupt Cities, A Praktical Guide to Cure and Prevention, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia “Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam Pemerintahan Daerah”, yang menjelaskan terjadinya korupsi dengan membuat rumus sebagai berikut (Klitgaard, et.al, 2005 : 29): C = M + D – A Keterangan: C : corruption; M : monopoly power; D : discretion by officials; dan A: accountability. Rumus di atas diajukan dalam kaitannya dengan strategi pencegahan (prevention) korupsi yang bersumber pada akar permasalahan munculnya peluang korupsi, yaitu karena adanya monopoli kekuasaan (monopoly power) didukung oleh adanya kewenangan untuk mengambil keputusan (discretion by officials), namun tidak ada pertanggungjawaban (accountability).
A: Kecurangan terjadi pada tahapan pemilihan penydia dimana pejabat melakukan penyusunan syarat peserta tender yang mengarah kepada penyedia tertentu dengan maksud membatasi jumlah penyedia calon peserta tender.
A: Kecurangan pengadaan bisa terjadi saat pelaksanaan dimana penyedia yang memenangkan tender, tidak melaksanakan sendiri pekerjaan yang diberikan, namun diserahkan kepada penyedia lain tanpa sepengetahuan dan izin pemberi pekerjaan, dan bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
A: Kecurangan pada saat serah terima barang/jasa terjadi bilamana pejabat melakukan kecurangan dengan membuat volume / prestasi pekerjaan yang tertulis pada Berita Acara Serah Terima Lebih besar dari volume / prestasi pekerjaan yang sebenarnya.
A. Contoh modus umum tipikor PBJ pada proses perencanaan anggaran adalah dimana proyek/paket dijual terlebih dahulu kepada vendor sebelum anggaran disetujui atau disahkan;